Ailen Rossananda

Ailen Rossa Nanda, lahir di Bukittinggi pada hari Minggu tanggal 6 April 1969. Merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Menempuh pendidikan dasar di kota kela...

Selengkapnya
Navigasi Web
BELAJAR DARING, GURU DIBULLY
Tantangan hari ke-44

BELAJAR DARING, GURU DIBULLY

Ketika covid mewabah di Indonesia sekitar Bulan Maret yang lalu, dibuatlah kebijakan stay at home. Apapun profesi setiap dianjurkan untuk tetap di rumah dan bekerja dari rumah. Demikian juga dengan profesi guru yaitu mengajar dari rumah. Mengajar dari rumah ini dikenal dengan istilah pembelajaran dalam jaringan (daring).

Kebijakan pembelajaran daring ini seiring dengan bertambah tingginya kurva kasus covid hingga ditetapkan kebijakan PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar). Diberlakukannya kebijakan ini untuk mencegah penyebaran wabah covid -19. Sekolah sebagai tempat berkumpul banyaknya siswa merupakan tempat yang sangat riskan untuk tetap berkegiatam seperti biasa.

Dengan diberlakukannya pembelajaran daring ini, otomatis guru mengajar dari rumah. Dari sinilah pro kontra ini berakar. Seolah lupa jika guru juga manusia, profesi guru termasuk PNS disorot masyarakat. Banyak pandangan miring yang mengatakan guru makan gaji buta. Guru yang tidak terima dengan hujatan demikian membalas dengan pernyataan yang tidak kalah pedas pula. Maka, belajar dan mengajar dari rumah menjadi polemik anatar orang tua yang bukan guru dengan guru itu sendiri.

Munculnya polemik ini bisa jadi karena keputusasaan orang tua yang selama ini menganggap pekerjaan guru gampang. Ketika mereka dihadapkan untuk mendidik dan mengasuh anak sendiri mereka menyadari bahwa profesi guru amatlah penting. Tidak cukup seminggu, muncullah berbagai keluhan dari orang tua. Mulai dari kenakalan anaknya sendiri, tidak mengerti pekerjaan rumah yang diberikan sampai keluhan susahnya membagi waktu.

Pada era new normal ini dibuatlah kebijakan baru. Mengingat masih banyak daerah yang zona orange dan merah, hampir semua daerah menerapkan pembelajaran daring. Siswa tetap belajar dari rumah, sementara guru membuat rancangan pembelajarn di sekolah dan mengajar dari sekolah.

Kebijakan ini terdengar gampang dan mungkin menyejukkan hati bagi netizen yang membully guru dengan umpatan makan gaji buta. Mungkin pembuat kebijakan lupa bahwa guru adalah orang tua yang memiliki anak dari berbagai usia. Boleh jadi kebijakan ini tidak berpengaruh pada guru yang anaknya sudah dewasa. Akan berbeda masalahnya dengan guru yang harus mengajar dari sekolah, sementara anaknya butuh bimbingan orang tua belajar dari rumah. Haruskan sang guru menikmati buah simalakama?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren opininya bun. Polimik ini terus bergulir, kita sekarang hanya dapat memberikan pembuktian nyata kalau guru tidak makan gaji buta. Barakallah bun

14 Jul
Balas

Benar sekali Bu, makasih sdh mampir

14 Jul

Kita nikmati saja sebisanya.

14 Jul
Balas

Iya sobat

14 Jul

Semoga seiring waktu masyarakat paham

14 Jul
Balas

Aamiin..

14 Jul

Betul buk Len, saya mengalami nya. Dengan 6 orang anak yang butuh bimbingan usia SMP dan SD 4 orang, saya memang terkendala membagi waktu. Saya di sekolah, sementara 4 orang anak saya belajar daring di rumah. Betul betul menyita pikiran.

14 Jul
Balas

Itulah dilema kita. Makasih nen

14 Jul

semoga jadi amal jariyah. Aamiin..

14 Jul
Balas

Aamiin

14 Jul



search

New Post